Kehidupan Beragama di Prancis


Prancis adalah negara sekuler “Laicite” (berdasarkan hukum atau undang-undang yang memisahkan antara agama dan negara pada tahun 1905).

Laicite/sekularisme merupakan sebuah prinsip yang sangat melekat di masyarakat Prancis: hal itu merupakan sebuah simbol untuk menyatukan berbagai pendapat yang ada, menyatukan seluruh agama atau kepercayaan yang berbeda-beda. Tidak sama dengan Indonesia dimana agama tertulis pada kartu identitas, Prancis justru melarang pertanyaan yang berhubungan dengan agama atau memasukkan unsur agama dalam urusan hukum negara.  Negara dan agama adalah dua hal yang terpisah di Prancis.

Dalam sejarahnya, Prancis awalnya adalah negara Kristen (Katolik dan Protestan), hal tersebut menjelaskan mengapa akan banyak menemukan berbagai gereja, katedral, kapel di berbagai kota maupun pedesaan di Prancis.


Saat ini, hanya sekitar 35% dari populasi Prancis yang menyebutkan agama atau kepercayaan mereka. Dan pada prosentasi tersebut, hanya ada sedikit saja yang mempraktekkan agama atau kepercayaan mereka.

Semua agama diperbolehkan di Prancis.  Namun, tidak ada angka statistik yang pasti (karena Prancis tidak melibatkan agama dalam urusan negara mereka: kembali lagi ke konsep laicite); Agama terbesar disana adalah Katolik dan kedua Islam dengan 5 juta muslim dan 5000 mualaf tiap tahunnya. Agama lainnya ada, kristen , Protestan, Budha, yahudi, atheis, dll





Dalam kehidupan sehari-hari, orang Prancis berbicara terbuka mengenai agama, tetapi mereka biasanya tidak akan mengatakan apa agama mereka. Agama yang mereka anut bukanlah suatu hal yang penting untuk diumumkan kepada orang-orang lain di sekitarnya. Ini merupakan salah satu cara untuk menghormati agama yang dianut oleh orang lain dan tidak mencampuri urusan pribadi orang lain.

Pemakaian simbol-simbol keagamaan (kalung salib, jilbab,dll) merupakan salah satu cara untuk menunjukkan agama atau kepercayaan, dan simbol-simbol tersebut dilarang di sekolah-sekolah (dari SD s/d SMA)-(berdasarkan UU tahun 2004, pasal L.141-5-1 pasal mengenai Pendidikan). Akan tetapi, pada institusi pendidikan tinggi (seperti di Universitas), simbol-simbol agama tersebut diterima dan dapat ditolerir. Hal-hal yang telah dijelaskan di atas dimaksudkan agar kita dapat memeluk dan mempraktekkan agama kita, tanpa mengganggu atau membuat tidak nyaman orang lain yang menganut agama yang berbeda dengan kita.



Ditulis oleh : Dayi Narashini Pendit (@dayinarapendit)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.